Papua - Saat ini pemerintah tengah melakukan pendekatan politik dengan warga Papua melalui pembangunan infrastruktur. Padahal selain infrastruktur, akses pendidikan warga Papua, terutama yang berada di pedalaman, tak kalah penting untuk diperhatikan.
Minimnya peningkatan akses pendidikan dirasakan sekolah-sekolah yang berada di salah satu pedalaman Papua, tepatnya di Desa Tangma, Kabupaten Yahukimo.
Desa yang diapit pegunungan ini dapat ditempuh dari Wamena sekitar 3 jam dan hanya menggunakan mobil offroad atau berjalan kaki sekitar 10 jam seperti yang biasa dilakukan warga setempat. Di Tangma hanya terdapat 2 SD dan 1 SMP, yaitu SD YPPGI Tangma, SMP YPPGI Tangma, dan SD Inpres Wamerek. Menurut Kepala Sekolah SMP YPPGI Tangma Anike Tenouye, para guru di Tangma bekerja dengan hati untuk mengajar siswa.
Beberapa malah hanya sebagai relawan untuk mengajar tanpa adanya gaji dan perhatian dari dinas maupun pemerintah setempat.
Di Tangma hanya terdapat 2 SD dan 1 SMP, yaitu SD YPPGI Tangma, SMP YPPGI Tangma, dan SD Inpres Wamerek. Menurut Kepala Sekolah SMP YPPGI Tangma Anike Tenouye, para guru di Tangma bekerja dengan hati untuk mengajar siswa.
Beberapa malah hanya sebagai relawan untuk mengajar tanpa adanya gaji dan perhatian dari dinas maupun pemerintah setempat.
"Guru SD dan SMP (YPPGI) 9 orang. Bukan (hanya) guru honorer, tapi sukarela. Tadinya ada yang ngajar di sini juga, tapi sudah punya SK (PNS) 4 orang, mereka milih tinggal di kota (dan tidak ngajar lagi)," ujar Anike.
Di SD Inpres Wamerek lebih parah lagi. Di sini hanya terdapat 1 guru yang mengajar 6 kelas sekaligus. Menurut Epanggis Soleman Hesegem, satu-satunya guru di SD ini, kepala sekolah tinggal di kota dan hanya datang ketika ujian tiba.
Anike mengatakan padahal SD YPPGI Tangma misalnya sudah berdiri sejak tahun 1963 dan kini memiliki sekitar 400 siswa. Namun, perubahan sarana dan prasarana seperti ruang kelas masih minim, kecuali dilakukan oleh gotong royong warga setempat.
"Tapi, kami yang ada ini semangat, kita bekerja pakai hati, kami punya harapan, kami punya masa depan buat anak-anak. Namun, mereka guru punya kebutuhan, apalagi sebagai kepala keluarga," ucap Anike. Sulitnya akses, listrik apalagi internet, membuat sekolah di Tangma ketinggalan informasi terkini terkait pendidikan, misalnya masih memakai kurikulum pendidikan yang lama. Kata Anike, Dinas Pendidikan setempat tidak ada yang pernah berkunjung ke desa tersebut.
"Kami bergerak tanpa bantuan. Belum pernah kunjungi sendiri, tidak ada kontrol dari pemimpin. Kita mau urus surat (administrasi saja) harus naik pesawat. Saya minta berapa kali ke dinas, sekolah yang benar dijalankan, tapi tidak pernah dapat kunjungan," ujarnya.
Pasalnya, kata Anike, Tangma berada di paling ujung Kabupaten Yahukimo dan lebih dekat dengan Wamena. Untuk menuju dinas pendidikan di pusat kabupaten, dia butuh naik pesawat atau harus berjalan kaki menembus gunung (karena tak ada jalan mobil) selama 10 hari.
0 Comments